Sahila datang dengan beragam cerita di sekitarnya. Kesedihan yang
paripurna, dua hari sebelum ia lahir.
Saat itu, dua bulan lalu, adalah penantian yang menggelisahkan.
Ia tak
kunjung ingin keluar dari perut ibunya. Padahal, hari telah mendekati 40
minggu.
Kata dokter
dikonsul terakhir, “Seharusnya dia sudah bisa lahir. Lebih-lebih ini anak
kedua, perempuan lagi,”
“Kita lihat
nanti batas akhirnya, 10 Januari. Mudah-mudahan dia bisa ‘turun’. Kalau nggak,
kita operasi,” lanjutnya.
Operasi.
Hal yang
kami hindari, terutama istri, Mira. Mengingat ada Uqaiel−abang Sahila−yang baru
berumur 19 bulan. Masih lincah-lincahnya. Sulit dibendung lompat sana sini.
Makin rewel. Apa jadinya, mengurusi dua bayi dengan perut penuh jahitan.
Saya
berulang kali meyakinkan. Serahkan yang terbaik pada ahlinya.
“Kalau
dokter bilang harus operasi, ya udah kita jalani aja. Insyaallah ada jalan.”
Tetapi,
harapan masih ada. Setidaknya menunggu 10 Januari, batas akhir dari rangkaian
40 minggu.
….
Sahila datang dengan beragam cerita di sekitarnya. Kesedihan yang
paripurna, dua hari sebelum ia lahir.
Saat itu, dua bulan lalu, adalah penantian yang menggelisahkan.
Tak ada
tanda-tanda mendekati minggu-minggu terakhir. Semakin bertanya-tanya, “Kenapa, ya?”
Rutin setiap
hari mendeteksi detak jantung Sahila yang masih nyaman di dalam perut Ibunya. Normal.
Tak ada yang mengkhawatirkan.
Penantian yang
menggelisahkan ini pun menjadi-jadi.
Kakek Sahila−mertua
saya−tiba-tiba masuk rumah sakit. Dadanya sesak. Berulang-ulang batuk dan sulit
bernafas. Adir ipar membawanya ke rumah sakit.
Dalam hamil
besar, Mira dan saya sempat menjaga Bapak
saat dirawat di rumah sakit. Memastikan kesehatan Bapak dan membuat ia tak
terlalu kesepian saat di rawat. Tetapi, itu hanya sekali.
Perut yang
semakin besar dan Sahila enggan keluar menjadi perhatian utama kami. Saya dan
Mira banyak menghabiskan waktu di rumah. Menyiapkan segala hal untuk
persalinan.
Hingga
menjelang batas akhir pun, belum terlihat tanda-tanda. Mira masih sanggup untuk
melakukan kegiatan rutin di rumah. Terkadang sempat terbesit, “Kenapa belum ada
tanda-tanda ya?”
Kembali terngiang
ucapan dokter, “Seharusnya dia sudah bisa lahir. Lebih-lebih ini anak kedua,
perempuan lagi,”
….
Sahila datang dengan beragam cerita di sekitarnya. Kesedihan yang
paripurna, dua hari sebelum ia lahir.
Tiba-tiba
kabar dari rumah sakit menghentakkan kami.
Bapak
meninggal!
Saat itu,
subuh. Masih larut dan gelap. Handphone berdering berulang-ulang. Tak biasanya
ada yang menelpon di jam asing ini. Hal mengganjal pun bergelayut.
“Bapak
meninggal…” Suara di ujung sana terdengar tersedu-sedu. Parau dan tercekat.
Kaget.
Bukannya Bapak
sudah semakin pulih? Bahkan, semalam ia masih sanggup bercengkerama dengan
warga desa yang menjenguknya ramai-ramai.
Mendengar itu,
Mira shock. Menangis tersedu-sedu
dengan perut besarnya. Menyesal mengapa hanya sekali menjenguk dan merawat
Bapak di rumah sakit.
Bergegas kami
membersihkan rumah. Menarik meja, kursi, dan membentangkan karpet serta kasur
di ruang tengah. Tiga puluh menit kemudian, dalam gelap, ambulance tiba dengan
iringan motor di belakangnya.
Bapak pulang.
Tapi kali
ini tanpa suara dan gerak. Kaku.
Tubuhnya dibopong
beberapa orang. Diletakkan di kasur yang telah dibentangin kain terbaik.
Kala itu,
tanggal 10 Januari 2019.
Tepat di
hari batas Sahila seharusnya lahir.
…
Sahila datang dengan beragam cerita di sekitarnya. Kesedihan yang
paripurna, dua hari sebelum ia lahir.
Sahila
lahir.
Ia hadir dua
hari setelah Bapak pergi. Lahir dalam keadaan normal, hal di luar prediksi
dokter. Tetapi, adalah keinginan kami.
Pagi itu,
Mira merasa mules. Perutnya semakin kram. Tanda-tanda mulai terbaca. Bergegas
kami menuju bidan. Memastikan kondisi terakhir. Tanpa diduga ternyata telah
bukaan tiga. Hanya dalam rentang enam jam, Sahila lahir dengan sangat manis.
Rambutnya lebat.
Mukanya bulat. Dengan pipi merah merona.
Walau masih
dalam duka, Mira memberikan tenaga terbaik hingga proses persalinan berjalan lancar.
Hingga
sekarang, saya masih berpikir; apa jadinya jika Sahila lahir sebelum tanggal 10
Januari, atau tepat pada tanggal yang ditentukan. Di hari Bapak meninggal.
Mungkin cerita
akan semakin rumit.
Maka di
sini, jalan Allah Swt jauh lebih baik dari segala sangkaan dan rencana.
….
Sahila datang dengan beragam cerita di sekitarnya.
Hari ini,
tepat dua bulan Sahila hadir di tengah keluarga kecil kami. Ia lahir 12 Januari
2019, di saat siang begitu menguning. Suara tangisannya memecah ruangan.
Bahkan, hingga sekarang.
Selamat dua
bulan, Sahila Banafsha Ferhat.
Semoga kehidupanmu
dinaungi kemudahan, kesalehan, dan kedermawan seperti namamu.
Amin.
Bnd,
12032019
0 komentar:
Posting Komentar