Mungkin
judul di atas terlalu lebay, tapi yah, begitulah...
Ceritanya,
saya mendapat tugas dari kantor selama delapan hari untuk keliling di sebelas
kabupaten di Aceh. Jadi dalam satu hari harus bolak balik keluar masuk hotel
dan pindah ke kabupaten lain. Otomatis saya harus nginap di beberapa hotel.
Mulai dari kelas bawang hingga kelas tajir.
Ternyata
bolak balik masuk hotel lumayan bikin seru. Paling teringat saat nginap di
Langsa. Hotelnya kece badai. Nggak besar, tapi desainnya bagus. Kamar tidurnya
juga nyaman. Sangking bagusnya ada tangga melingkar di lobby yang bikin saya
kagum.
Iiihh keren.
Tangganya melingkar hingga menjulang ke lantai dua. Pegangannya dari besi
dengan ukiran rumit. Sewaktu lihat pertama kali, saya langsung bisik ke teman
sekantor.
“Kayak
istana Tutur Tinular di Indosiar, ya?”
Si teman
ngangguk setuju, “Ho’oh”
Ternyata
tangga melingkar yang saya kagumi ini mengundang sial keesokan paginya.
Ini bermula
saat pagi hari. Jam baru pukul tujuh teng. Tapi perut udah kriukk-kriuuk nggak
karuan. Penasaran, itu sarapan di bawah udah disediain belum, ya. Dari pada
lanjut tidur dengan kelaparan tingkat akut, saya coba pastiin ke pantry hotel.
Dan di
sinilah malapetaka itu datang.
Entah
kegirangan saat melihat pegawai lagi nyusun piring, saya buru-buru nurunin
tangga. Tangan lupa genggam pegangan besi. Tangga melingkar ini ternyata
lantainya nggak semestris. Alhasil, kaki saya melayang karena gagal nginjak
lantai.
Hingga
akhirnya …
Gluduk..
gluduk… gludukk…
BUKK!!
Saya
tersungkur jatuh berguling-guling. Persis kayak sinetron Dude Herlino yang
didamprat emak tirinya trus didorong dari lantai dua. Ini bedanya saya nggak
sampai hilang ingatan.
Rasanya?!
Aambooiii sakit!
Rasa lapar
entah udah di mana. Nggak peduli lagi. Malah kepikiran, ini lutut retak kagak
ya.
Buru-buru
saya bangun. Sempat gengsi juga takut ketahuan orang lain. Perhatiin
sekeliling. Kanan, kiri, aman!
Sepi!
Bahkan,
pegawai pantry tetap lanjut kerja. Kayaknya mereka nggak ngeh, kalau barusan
ada Dude meuseumphom di tangga.
Merasa aman,
buru-buru saya turun tangga lagi.
emang ya,
kalau lapar pengalaman masa lalu itu nggak penting, tsaahh
Hingga
kemudian….
“Pak,
hati-hati. Nanti jatuh lagi,”
Yaellah,
siapa lagi tu, lancang banget!
Bapak-bapak
berkumis dengan mata kuyu melongo dari meja resepsionis. Tatapannya datar. Ntah
ngantuk atau menahan tawa lihat adegan guling-guling barusan.
Dunia pun
seakan berhenti seketika.
Saya jadi
salah tingkah yang kemudian saya sadari itu nggak penting. Lha, ngapain salah
tingkah. Sejak kapan orang jatuh harus malu – walaupun kenyataannya memang iya,
hiks!
“Kalau mau
sarapan, masuknya lewat mana ya,” tanya saya tiba-tiba. Niatnya biar si
respsionis hilang ingatan, tapi kok garing ya. Lebih-lebih muka si bapak kumis
makin lempeng.
“Lha, itu di
depan Bapak,” sahutnya.
Krikk …
kriikk …
Gagal.
Pengalaman
tangga melingkar ini jadi awalan nestapa saya saat menginap di hotel
berikutnya. Termasuk saat terjebak di kamar mandi dengan air panas
mengepul-ngepul. Uapnya menyebar udah kayak asap foggingnyamuk.
[Bersambung]
Bang, sesungguhnya daku ngakak guling2 baca postingan ini, cuma bedanya ngga guling2 di tangga n' of course ngga ilang ingatan :p
BalasHapus