https://dribbble.com/ |
Cerita
hantu di komplek tempat saya tinggal telah melegenda dari semenjak saya kecil.
Mulai dari komplek yang masih tanah kosong, hingga sekarang yang telah padat
merayap perumahan. Cerita hantu seakan tidak ada habis-habisnya. Pernah saat
saya masih kecil dan komplek masih dipenuhi tanah lapang, suara lolongan kerap
terdengar ketika malam tiba. Lolongan dan lengkingan suara perempuan kerpa
mengusik malam-malam saya dan anggota rumah lainnya. Makin parah sebab tetangga
sebelah rumah sering kesurupan. Saya kecil tidak tahu jelas suara apa itu. Tapi
orang rumah kerap menyebutnya suara kuntilanak. Maka tak heran, jika suara itu
terdengar saat malam kian larut, bergegas semua penghuni rumah berlarian
mematikan TV dan masuk ke kamar.
Lain
waktu, saya kecil juga mendengar obrolan antara seorang ibu dan anak-anaknya
dari samping rumah. Obrolan mereka seru sekali. Riuh dan penuh tawa. Suaranya
nyaring memecah malam. Dalam benak kecil saya tergambar jika mereka sedang
bermain seru. Si ibu sibuk menyuapkan makanan ke anaknya sambil berlarian.
Suara ini juga terdengar oleh saudara kandung saya yang lain.
Namun,
gambaran ini terasa ganjil sekali. Sebab obrolan itu berasal dari tanah kosong
di samping rumah. Semakin ganjil sebab riuh tawa mereka berlangsung tengah
malam!
Sempat
menduga jika itu obrolan tetangga yang rumahnya sedikit berjarak dari tempat
saya tinggal. Namun, mereka menggeleng saat dikonfirmasi.
“Kami
juga sering dengar suara itu kalau malam hari,” jawab tetangga yang membuat
saya semakin bergidik.
Lain
waktu, saat saya telah beranjak dewasa, seorang tetangga bercerita pengalamannya
saat pulang malam hari melintasi jalan komplek. Cerita ini saya dengar saat
kami sedang duduk menyiapkan hajatan kawinan di rumah seorang tetangga. Di
komplek, si Bapak terkenal memiliki banyak pengalaman menyeramkan. Mulai ketemu
perempuan berambut panjang saat tengah malam, hingga melihat gagang pintu
musala bergerak tak beraturan ketika ia melewatinya di suatu malam.
Biasanya
ajang kumpul ini kerap dijadikan untuk berbalas cerita. Ternyata bukan hanya si
Bapak yang mengalami cerita tak mengenakan. Tetangga lain juga mengaku pernah
melihat sosok hitam menjulang tinggi selepas ia pulang salat isya dari musala.
Mendengar itu saya lumayan bergidik. Sebab jalan yang ia lalui berada tepat di
samping kamar saya. Berdampingan dengan tanah kosong sumber obrolan seru yang
kerap saya dengar sewaktu masih kecil.
Ternyata,
cerita horor dan menyeramkan ini bukan hanya dialami oleh para tetangga. Abang
saya, Ariel, juga pernah mendengar suara yang memanggil namanya saat ia pulang
ke rumah tengah malam. Saat itu ia sedang mendorong sepeda motor ke garasi
rumah dan suara perempuan terdengar sayup-sayup.
https://dribbble.com/ |
Hal
sama juga dirasakan, Alkaf, yang suatu malam melihat sosok perempuan duduk di
dekat teras rumah yang minim penerang. Jantungnya berdegup tak beraturan. Antara
takut dan penasaran, *siapa itu*. Namun saat didekati, ternyata itu hanya pot
bunga. Cerita ini sempat heboh, terlebih lagi tetangga rumah juga menceritakan
hal serupa. *Mereka seakan melihat perempuan duduk selayak menunggu seseorang*.
Karena menakutkan, Alkaf menendang pot bunga itu hingga berguling-guling. Ibu
pun menyuruh saya untuk memindahkannya ke belakang.
Bukan
hanya penampakan, suara janggal pun kerap terdengar. Salah satunya dari rumah
yang sempat ditinggali keluarga kecil yang menjadi korban tsunami. Selepas
tsunami rumah itu kosong berbilang bulan. Namun, suara-suara janggal kerap
terdengar. Seakan menceritakan kembali kebiasaan penghuni rumah. Suara
percakapan tak jelas, dentingan piring, suara sikat di sumur, hingga bunyi
pintu kerap terdengar saat malam dan subuh hari. Awalnya takut, tapi kelamaan
seakan menjadi lumrah dan kami tidak lagi mengindahkannya.
Namun,
seiring waktu suasana berubah. Komplek yang dulu sepi kini semakin semarak. Ada
lapangan futsal berdiri megah yang membuat komplek menjadi ramai, riuh, terang,
dan jauh dari suasana menyeramkan. Keberadaannya sedikit membawa rasa aman saat
saya pulang ke rumah jika tengah malam.
Bukan
hanya lapangan futsal, perumahan pun semakin banyak berdiri di sekitar komplek.
Tanah yang dulu kosong kini dipenuhi perumahan beraneka rupa. Saya pun tidak
lagi mendengar cerita-cerita menyeramkan dari perempatan komplek, jalan musala,
atau dari rumah tetangga. Seakan hiruk pikuk pembangunan menyingkirkan para
penghuni gaib itu.
Hingga
suatu sore, seminggu lalu, saya dan Ibu duduk bercengkerama di teras rumah.
Menikmati pisang goreng renyah. Ngobrol ini itu. Tentang jalan komplek, pipa
air, pohon jambu, hingga rumah tetangga yang sedang direnovasi.
“Rumahnya
lagi renovasi ya *Mak*? Lebih terang kayaknya,” tanya saya ke Ibu sambil
menunjuk rumah tetangga yang tidak begitu jauh.
“Iya
lebih terang, pohonnya udah dipotong. Baguslah. Soalnya Bapak di belakang sana *(sambil
nunjuk rumahnya)* pernah cerita, dia lihat ibu-ibu gendong bayi di bawah pohon
waktu pulang jam tiga malam,” sahut Ibu enteng.
*Glek!*
http://dreamicus.com/ |
0 komentar:
Posting Komentar