“Bang, bang, aku mau matilah...” lirih Dini,
teman sekantor saat kami istirahat di Ise-Ise, Aceh Tengah. Aku yang
sempoyongan mampir ke mobilnya.
“Hadeuuhh...” sahutku kelimpungan. Seketika
kami tertawa terbahak mengingat perjalanan melelahkan ini.
Beberapa teman yang lain juga njut-njutan
kepalanya. Beneran, perjalanan Ke Gayo Lues kali ini benar-benar melelahkan. Baru
melepas lelah di Takengon, Aceh Tengah, saya dan rombongan langsung menuju ke
Gayo Lues. Perjalanan empat jam pun kami tempuh dalam pegunungan berliku-liku
ini. Teringat obrolan teman semobil, Syahri, saat kami melintasi pegunungan Aceh
Tengah sore kemarinnya.
“Jalan ini belum ada apa-apanya, bang,
dibanding ke Gayo Lues,” ujarnya saat mobil meliuk-liuk tajam di kawasan
Enang-Enang.
Aceh Tengah dan Gayo Lues merupakan kabupaten
yang berada di pergunungan kawasan tengah Aceh. Jalur ini dikenal dengan
alamnya yang indah dengan udara sejuk. Bisa jadi, himpitan gunung dan pepohonan
rapat menghadirkan udara yang khas. Bukan hanya suasananya yang adem, kawasan
ini juga terkenal dengan jalurnya yang bikin pusing. Meliuk-liuk turun naik
lembah kayak rutenya Ninja Hatori.
Sungai di pinggir meunasah |
Dini akhirnya turun dari mobil. Mengikuti saya
yang berjalan menuju ke meunasah yang berdiri tepat di pinggir jalan. Meunasahnya
terasa adem sebab berdampingan dengan sungai beraliran deras. Di sebelah
meunasah juga ada balai yang berhadapan langsung dengan sungai. Di sanalah saya
merebahkan diri sambil makan kuaci. Suara arus sungai seakan-akan melenyapkan
perjalanan lelah ini.
Ise-Ise adalah lokasi peristirahatan terakhir
di tengah pegunungan lebat ini. Saya juga baru tahu di tempat saya melepas
lelah ini, suasananya begitu senyap dan sepi. Nyaris tidak ada suara hiruk
pikuk manusia. Hanya sedikit rumah berdiri. Malah bisa dihitung dengan jari.
Cerita Syahri, Ise-Ise merupakan pemukiman terakhir yang berada di tengah
pegunungan lebat ini. Setelah Ise-Ise hanya ada hutan pekat, pepohonan padat,
jalanan sepi, dan nyaris tanpa pemukiman. Maka tak heran, banyak penumpang yang
melepas lelah sambil ngopi cantik sebelum melanjutkan perjalanan.
Jalan berputar-putar di gayo Lues |
Ini merupakan perjalanan pertama saya ke Gayo
Lues. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari kabupaten induknya, Aceh Tenggara
pada tahun 2002. Daerahnya berada di gugusan Bukit Barisan dan sebagiannya lagi
masuk dalam area Taman Nasional Gunung Leuser. Walau berada di tengah pegunungan,
jalan menuju Gayo Lues mulus lancar dan rapi. Nyaris tidak ada lubang menganga
di tengah jalan. Jika pun ada, perjalanan sedikit terganggu dari longsoran
bukit yang menutupi badan jalan. Tapi hal ini sepertinya mulai diantisipasi,
setidaknya saya melihat ada beberapa bagian bukit yang disemen padat untuk
menghalau longsoran tanah.
“Dulu jalannya nggak semulus gini, bang,”
ujar Syahri saat kami beranjak pergi dari Ise-Ise.
Saya melongok dari jendela mobil.
Memerhatikan seksama keadaan sekitar: pohon lebat, jalan mulus, udara sejuk,
dan sesekali tampak air terjun kecil merembes ke bibir jalan.
Alam yang indah di kaki Gunung Leuser |
Walau jalannya berliku-liku kayak obat
nyamuk, alam Gayo Lues begitu indah dan mengagumkan. Terlebih lagi saat saya tiba
di puncak turunan menuju pintu masuk Gayo Lues. Dari atas sana, saya bisa
melihat begitu indah paduan alam, sungai, pemukiman warga, dan sawah hijau.
Sempat nyesal nggak turun untuk foto-foto. Keindahan serupa saya temui saat
mendekati kota Blangkejeren. Persawahan hijau mendominasi perjalanan. Sesekali
kerbau melintas memotong perjalanan. Dini yang tadinya sempoyongan makin girang
saat melihat satu persatu kuda memamah rumput di pinggir jalan. Belum lagi
aktifitas warga yang menjemur kopi di halaman rumah. Hawa kematian gara-gara sempoyongan tadi rasanya langsung hilang.
“Nggak jadi mati, Din?” usik saya.
Dini cengengesan, “Indah kali bang alamnya, jangan mati dulu...” jawabnya.
***
udah sempat coba main ke kedah? sangir? dan danau biru Hat? dijamin makin malas kau pulang dari sana hahaha
BalasHapusNggak sempat ke sana, keren x memngnya ya?
HapusHai bang Ferhat.. seru ya ceritanya, jika ada kesempatan lagi ke Gayo Lues, mampirlah ke kantor kami di kawasan kantor bupati Gayo Lues. biar kita main ke kawasan hutan wisatanya
BalasHapusWah, baru tahuuu..
Hapuskepingin x sebenarnya..
Indah benget ya, gunungnya itu loh.. gak tau kenapa seakan jatuh cinta kalau sudah liat foto gunung gunung riang berdampingan dengan langit luas.
BalasHapusYuk Mas, ke Gayo Lues. Cuma delapan jam dari Banda Aceh :D
Hapus