Sejak awal saya menargetkan menikah direntang umur 28-30 tahun. Entah mengapa barisan umur itu terasa tersusun sendiri. Mungkin bisa jadi, karena orang-orang terdekat-saudara kandung- banyak menikah dalam usia serupa. Hanya bilangan sedikit, yang memilih menikah muda. Sekolah, dan karier kerja menjadi alasan. Mungkin.
Bersebab
itu, sedikit banyak saya terbentuk pikiran; menikah bukan pekara buru-buru. Bukan adu cepat, atau adu hebat. Ia pilihan yang lahir dari banyak
pertimbangan, dan waktu akan menjawab secara perlahan. Dan dari dulu juga, saya selalu berkeyakinan
menikah itu bukan wujud perlombaan layaknya 17 agustusan. Tidak ada yang duluan
menjadi pemenang, atau berada di barisan kalah. Tidak ada yang pertama atau
merasa terpilih diurutan belakang.
Tuhan
itu pemilik segala rahasia. Ia paling paham waktu tepat untuk dipertemukan dan
dengan siapa akan dipertemukan. Cuma waktu, dan lagi-lagi ini semua rahasia.
Sebab rahasia, terkadang saya cenderung lebih tidak menjadi
gila ketika orang-orang sekitar terlebih dahulu dipilih Tuhan untuk
dipertemukan. Tidak menjadi galau hingga meronta-ronta berlebihan di media
sosial, mencari-cari perhatian, meratapi nasib hingga orang-orang menjadi ilfeel, atau terkesan ‘membanting diri’. Itu
bukan saya sekali.
Suatu
ketika, saya pernah membaca sebuah artikel bagaimana memahami perjalanan sebuah
jodoh itu. Dan sedikit banyak, saya melihat jodoh itu layaknya menunggu bus di
sebuah terminal. Masing-masing kita punya tiket, dan bus akan datang pada waktu ditentukan. Dari pada meratapi merutuk diri selama di terminal, kenapa kita
tidak menyibukkan diri sambil menunggu bus tiba. Mungkin ada orang tua renta
yang butuh dipapah ke kamar mandi, seorang Ibu yang butuh didorong kardus
bawaannya, atau membantu seseorang yang tak paham mengisi formulir
keberangkatan. Hingga tanpa sadar bus
akan datang pada masanya, dan kita akan berangkat.
Jika
tidak datang? Mungkin Tuhan punya rencana tersendiri. Hingga suatu saat,
mungkin, bukan dengan bus kita berangkat, melainkan mercy keluaran terbaru
bersofa empuk.
Saya berusaha memahami artikel ini sebaik mungkin. Menikmati masa tunggu bus tiba
dengan bijak; menulis buku, menabung giat, lanjutkan S2, mengambil
project-project menjanjikan, bekerja sesuai passion, ngeblog gila, hingga
berusaha terlibat dalam aksi sosial. Namun terkadang cara menunggu kita yang
berkelas ini kerap diusik. Bukan preman
terminal, tapi obrolan ala-ala warung komplek dan arisan bulanan. Maka disini, saya menyadari tipikal orang kita
terkadang kelewat ramah. Entah belajar dimana.
Bersebab
meyakini bahwa jodoh itu urusan tunggal yang Diatas, sejak dulu saya paling
jarang bahkan nyaris enggan menanyakan ke teman, saudara, atau siapa pun
pertanyaan; “kapan kawin?”
Sebab
pertanyaan kapan kawin bagi saya, sama derajatnya dengan pertanyaan; “kapan
mati?” Nggak ada yang tahu, sebab itu benar-benar urusan Tuhan. Rahasia sekali.
Tuhan itu paling tahu kapan waktu untuk dipertemukan, dan dengan siapa akan
dipertemukan. Mungkin untuk memahami masalah ini, sering-seringlah bergaul dan
mendengar cerita orang-orang terdekat, teman, rekan kerja, dan sebagainya. Semakin berbaur dan memahami hidup orang lain,
kita tersadar; hidup dan menunggu bus itu complicated sekali! Bukan kayak hidupin pompa air. Itu yang saya pahami dari orang-orang terdekat.
Di
luar sana saya melihat, ada yang ingin menikah namun terkendala persiapan,
ingin menikah namun orangtua tidak merestui, ada yang ingin sekali menikah tapi
calon mertua nggak mau, ada yang ingin menikah tapi ingin menjaga orangtua
dulu, ada yang sudah persiapan matang lahir batin tapi nyatanya bus belum juga berangkat, bahkan ada yang diluar sana diam-diam telah bergerak tanpa seorang pun
menyadari. Complicated!
Maka
saya terkadang heran, dengan orang-orang--terutama anak-anak muda yang lebih
junior-- dengan bangga selalu bertanya; “Bang kapan married?”
Hadeuh! Ampun Tuhan. Saya malah menilainya mereka belum tahu beragamnya hidup itu. Mungkin bisa jadi keluyurannya belum terlalu jauh, dan pulangnya tidak pernah larut malam. Atau
belum peka yang namanya hidup. Siklus itu berganti.
Terkadang
saya merindukan masa-masa dulu. Masa dimana orang-orang saling mendoakan
dan membantu mencari, mencari tiket bus. Kebiasaan baik yang kini mulai jarang dilakukan. Bukan masa yang kesannya perhatian tapi wujudnya lebih seperti sindiran. Kayaknya kebiasan ini harus diubah, deh! Karena pada dasarnya, orang-orang yang kerap bertanya pada ujungnya merekalah cenderung pasif saat kita telah dipertemukan.
Kita
tidak pernah tahu, dalam diam orang-orang sedang berusaha. Tidak pernah tahu,
cueknya seseorang itu sebenarnya ia telah berencana. Saya jadi teringat, ketika
proses taaruf berlangsung hingga sibuk mencari desain undangan, orang-orang
terus-terusan bertanya “kapan menikah?” dengan nada berbeda. Saya sempat mikir,
oh Tuhan penting ya segala hal itu diceritakan ke orang-orang agar kesannya
kita sedang bergerak?
Sejak
menjadi orang kantoran tahun 2010, saya sudah mulai belajar konsen ke segala
persiapan. Tahun pertama bekerja saya masih sedikit berfoya-foya, yang kemudian
saya tahan di tahun-tahun berikutnya. Modal mahar nikahan sedikit-sedikit mulai
saya kumpul. Terlebih di keluarga, pertanda seorang siap menikah adalah saat mampu membeli mahar sendiri. Saat itu belum tahu, kapan waktu
dipertemukan dan dengan siapa akan dipertemukan. Belum ada bayangan. Tapi
selalu dalam hati berniat; ini bagian ikhtiar.
Maka
mengumpulkan emas menjadi alternatif tabungan pengganti rupiah. Setiap ada gaji
masuk dikumpulkan setiap rupiah-rupiahnya untuk beli emas. Lupakan liburan,
lupakan beli motor baru, hingga saat itu juga menunda niat sambung S2. Tidak
ada ketetapan pastinya berapa jumlah yang akan dikumpulkan, sebab tidak tahu
akan dipertemukan dengan siapa dengan nominal mahar berapa. Terlebih untuk
ukuran Aceh, niat menikah saja tidak cukup, butuh modal. Dan modal yang lumayan
untuk adat yang mungkin terlihat rumit.
Ada
suatu quote yang saya dapat beberapa tahun lalu, yang kemudian saya simpan
erat-erat; Jodoh itu udah ada yang
ngatur, jadi deketin aja yang ngantur.
Simpel.
Tapi mengenanya jleb sekali.
Ternyata
yang saya pahami akhirnya modal saja tidak cukup, ada tambahan yang perlu
dituruti; kedekatan dengan Tuhan. Hal yang akhirnya saya pahami menjadi modal
kedua.
Maka menyadari menikah adalah menyempurnakan setengah agama, saya pun berusaha 'menyempurnakan diri'. Hal yang semua itu saya mulai selepas resign dari dunia perbankan. Mulai dari hal yang kecil-kecil; shalat tepat waktu, belajar shalat dhuha lebih rutin, buang iri dengki melihat kebahagian orang lain, tendang tunjang yang namanya dendam kesumat, menjadi orang pemaaf, hingga belajar menjadi peserta itikaf.
Maka menyadari menikah adalah menyempurnakan setengah agama, saya pun berusaha 'menyempurnakan diri'. Hal yang semua itu saya mulai selepas resign dari dunia perbankan. Mulai dari hal yang kecil-kecil; shalat tepat waktu, belajar shalat dhuha lebih rutin, buang iri dengki melihat kebahagian orang lain, tendang tunjang yang namanya dendam kesumat, menjadi orang pemaaf, hingga belajar menjadi peserta itikaf.
Dan
saya yakin, seseorang itu akan dikirim Tuhan ketika kita telah menamatkan
berbagai urusan di hidup ini. Urusan dalam beragam makna. Mungkin disini saya
mulai paham, apa itu arti memantaskan diri yang sering saya dengar berulang-ulang.
Dan
selalu berkeyakinan, Tuhan tidak akan pernah main-main dengan hati yang tidak
pernah main-main. Ia paling tahu kapan waktu paling tepat dengan orang tepat. Mungkin hari ini salah satu jawabannya.
Alhamdulillah
sah, tepat pukul 08.33 WIB. Saat target usia saya sesuai, 29 tahun.
Paling
syahdu waktu mendengar tausyiah tadi, teringat almarhum Bapak yang pergi tahun
2002. Terlebih penghulu mengulang-ngulang kebaikan orangtua. Kepingin nangis,
tapi lucu, masak belum ijab kabul udah nangis. Nanti dikira dikawin paksa. Makin syahdu saat salam takzim sama Ibu. Ampun Tuhan, ini moment
gila sekali.
Terimakasih
semuanya untuk teman-teman, sahabat, sohibah, saudara, handai taulan,
rekan-rekan, entah apalah namanya lagi.
Terimaksih
yang sudah hadir, mendoakan dengan tulus dari bulan lalu hingga detik-detik
menjelang akad. Yang hingga hari H terus-terusan menanyai kabar dan persiapan
serta mengirim doa tidak henti-henti. Ternyata menerima begitu banyak doa itu
luar biasa rasanya.
Terimakasih yang sudah meluangkan waktu hadir, di saat libur panjang dan lebaran yang masih menggoda. Pikirnya akan banyak yang absen hari ini, rupanya ya Allah alhamdulillah. Ada yang menunda kepulangannya ke kampung, ada yang membatalkan rapat, ada yang sengaja pulang cepat dari liburannya, ada yang tergopoh-gopoh nggak pake mandi.
Terimakasih yang sudah meluangkan waktu hadir, di saat libur panjang dan lebaran yang masih menggoda. Pikirnya akan banyak yang absen hari ini, rupanya ya Allah alhamdulillah. Ada yang menunda kepulangannya ke kampung, ada yang membatalkan rapat, ada yang sengaja pulang cepat dari liburannya, ada yang tergopoh-gopoh nggak pake mandi.
Terimaksih
untuk orang-orang yang luar biasa.
Allah
lah terbaik pembalas segala kebaikan ini.
Satu bab hidup selesai. Lanjut ke bab lain.
Sabtu,
25 Juli 2015
(disempurnakan
27 Juli 2015)
Sama-sama, Bang! Terima kasih juga sudah izinkan untuk publish potonya.
BalasHapusYes! Aku yang pertama baca, sebelum di share. :D
sama2 Aini, postingan Aini tentang "jangn tanya kapan nikah" sangat keren..
Hapuslepas baca ini. adem rasanya. sedikit keruetan perihal jodoh tak lagi jadi soalan yang runyam
BalasHapusMungkin Dea bacanya didekat kulkas. makanya jadi adem. hehehe
HapusOke, intinya save your salary kan bg. Baiklah.
BalasHapusyupp... Aula kan byk salary, balihonya aja dimana2..
HapusKayaknya pertanyaan "kapan kawin" itu kalo selain ortu yang bertanya, mereka cuma basa-basi deh, mungkin belum menemukan pertanyaan tepat yang lain hehehe
BalasHapusiya mbak.. basa-basi berbalut perhatian. asyeekk...
Hapusmungkin pertanyaannya bs diganti: "Kamu nikahnya mau dekat kiamat ya?""
Bang, aku mau tanya. ini tampilan blog kekmana bikinnya? suka kali. simpel, rapi, enak diliat, nggak runyam, nggak banyak pernak-pernik, gaya minimalis. arggg pokoknya enak dilihat. udah lama aku nggak nonggrong dimari, tadi udah kubaca semua yang belum dibaca.
BalasHapusnah terus pas bagian REVIEU BUKU kok bisa masuk jadi masuk ke blogspot. nggak lagi ke .com.
kekmana bikinnya bang??. wordpress sama deapratini.com udah isdet. aku mau ngeblog lagi. tapi masih gagu di blogspot. bingung bikin tampilan yang simpel & rapi.
kuncinya hubungi Adit.
Hapushahahaa..
abg juga nggak ngerti, Adit yang otak atik semuanya. Ini blognya bertemakan smart, simple, creative
huahahah. temanya begono...cocok2. tepat. okeylah kapan2 mau kutanya si adit.
Hapusamazing... luar biasa bang... Selamat Menempuh Hidup Baru....
BalasHapusterimakasih Ridha...
Hapushttp://www.nowayreturn.com/2015/07/tentang-sahabat.html?m=1
BalasHapusSelamat, Ferhat ... ! :-)
terimakasih byk ya Azhar
HapusKaukus Jomblo Peduli Syariah mengapresiasi sekali essai cerdas ini. sangat mewakili. Orang yang tanya soal Kapan Nikah, adalah orang yang tak paham makna Tuhan dalam dirinya.
BalasHapussenang sekali ketua KJPS bersedia hadir dan kasih koment kemari..
HapusJadi ingat lagu Peterpan dalam versi Noah "Menunggu"
BalasHapussabe-sabe Noah..
Hapusnah sekarang, udah bisa ngumpulin duit untuk tahap selanjutnya. jalan, beli kereta baru, dan beli dedek baru.. selamat bergabung di klub :D
BalasHapushihihihihii...
HapusSelamat Beuh Adun, Semoga Geu Peu Jroeh Sabe Dalam Langkah, Serta Menjadi Keluarga Yang SaMaRaTa (SAkinah, MAwaddah, waRAhmah dan TAqwa)
BalasHapusAmin ya Allah...
HapusBahagia sekali melihat Ferhat dan istri kemarin. Barakallahulakuma...
BalasHapusTerimaksih kk Aini, terimaksih udh datang yaa
HapusMau komen apa lagi bingung. Nitip jejak aja deh hahahha
BalasHapuskalo nitip koment yang panjang dikit...
HapusKarena menikah adalah melengkapi separuh agama dan mengawali bab baru yang dimulai dari 0. Selamat berbahagia dan segala cita yang kita impikan adalah menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah serta tetap menulis :)
BalasHapusBaarakallahu lakumaa wa baaraka alaikumaa wa jama'a bainakumaa fiil khair :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBang mau tanya ketemu istrinya dmn? Teman lama kah? Saya udah banyak doa tapi belum ketemu jodoh nya :(
BalasHapusNnti ada tulisan kedua bhas tentg itu. blm smpt nulis, lgi pusiing ngurus kerempongan pesta. Hehhehe
BalasHapus