SEBUAH pesan BBM masuk selepas
maghrib kemarin (8 Feb). Mawardy Nurdin, walikota Banda Aceh meninggal dunia.
Ini kali kesekian di hari itu aku menerima kabar serupa. Ketika siang kabar ini
sempat juga terdengar. Tapi seketika juga langsung dibantah oleh pemkot
sendiri, katanya HOAX.
Maka saat menerima pesan itu lagi
selepas shalat maghrib, aku malah sanksi. Benarkah?
Segera kuhubungi Ariel. Iya menjawab pasti jika kabar itu benar. Ia barusan
menelepon langsung kabid Humas Pemkot. Maka selepas itu seluruh media social
seakan dirundung duka. Hampir rata-rata seluruh status BBM, facebook, twitter
mengutarakan kalimat duka. Dan kabar maghrib ini bukan lagi hoax.
Kepastiannya seakan sempurna
ketika suara sirine ambulance terdengar nyaring di malam kemarin. Kebetulan
rumahku berdekatan dengan Rumah Sakit Zainal Abidin, tempat terakhir Mawardy
Nurdin di rawat sebelum ajal menjemput. Ditaksir ia mengalami kompilkasi
penyakit.
Idepun segera muncul. Aku
menghubungi Ariel untuk menggerakkan “menulis Mawardi” bersama teman-teman
Gaminong Blogger tempatku bernaung. Sebagian orang mungkin akan berpikir,
kenapa harus menulis tentang dia. Jawabanku simple, orang baik itu harus
diapresiasi! Mungkin selama ini kita kerap mengapresiasi orang-orang
jauh di luar sana, dan melupakan orang-orang yang ada di sekitar kita. Maka
melalui postingan ini, aku mengapresiasi apa yang telah dilakukan walikota
Banda Aceh ini selama ia memimpin.
Aku tak mengenal dekat bapak
walikota ini. Berjabat tangan juga belum pernah. Atau berjumpa langsung
lebih-lebih. Hanya cukup mengenal sebatas warga kota dan pemimpin kota.
Dimataku sebagai warga kota Banda Aceh, pak Mawardi termasuk pemimpin visioner.
Ia punya tujuan mau diapakan kota ini. Hal
yang patut diapresiasi tinggi, mengingat pemimpin di kota/kabupaten lain sibuk
dengan kelompoknya sendiri sambil mengumpulkan banyak harta.
Mawardi Nurdin lahir di Sigli, 30
Mei 1954. Ia menjadi Walikota Banda Aceh sejak tahun 2007. Ia memimpin Banda
Aceh selama dua periode. Pasca tsunami 2004, ia sempat menjadi Pejabat Walikota
menggantikan Syarifuddin Latief, walikota masa itu yang meninggal akibat
tsunami.
Pak Mawardy mampu mengubah kota
Banda Aceh yang kusam, semrawut, ‘kampungan’ menjadi kota yang nyaman dan
indah. Ia termasuk pemimpin yang berseni tinggi. Baginya bangunan bukan hanya
sebatas menyusun bata lalu berdiri tegak. Harus ada keindahan disana. Harus ada
icon sebagai pemanis mata. Ia juga
konsen membangun sarana publik. Mengubah birokrasi yang rumit, mengundang
investor, menata kota hingga menarik.
Saya teringat dengan taman sari.
Sebuah ruang terbuka di tengah kota Banda Aceh. Dulu sebelum ia menjabat, taman
ini sama sekali tidak menarik. Hanya ada restoran ala kadar dengan rumput maha
tinggi. Tidak ada yang terpanggil untuk sekedar leyeh-leyeh di sana. Lantas
ketika ia memimpin semua itu diubah. Dipanggil investor, lalu dirombak total
hingga menjadi taman keluarga yang menyenangkan.
Hal sama juga berlaku di komplek
Putroe Phang. Situs purbakala zaman Kerajaan Aceh ini dulunya hanya semak belukar.
Di bawah kepemimpinannya juga, taman ini disulap menjadi lebih segar. Begitu
juga dengan pasar tradisional. Ia mengubah pasar Aceh yang semrawut dan becek,
menjadi lebih modern dengan parkiran basement.
Belum lagi jika berbicara
arsitektur kota. Banda Aceh sempat berada di titik nadir selepas tsunami.
Banyak infrastruktur hancur lebur. Tapi di bawah kepemimpinannya, wajah buruk
itu perlahan diubah dengan baik. Tak lagi tampak jika kota ini pernah hancur.
Bahkan untuk kota yang ‘baru membangun’,
disini telah dibangun lintasan sepeda dengan pedestrian pejalan kaki. Selangkah
lebih maju dibanding kota di luar sana yang masih mempeributkan tentang
fasilitas publik. Bahkan jika hujan turun, warga kota tak perlu takut terancam
banjir. Kota ini telah dibangun gorong-gorong lebar yang menampung berkubik-kubik
air.
Kepiawainya memimpin Banda Aceh
menjadikan kota ini jauh berkembang. Penghargaan bertubi-tubi diraih atas
segala pencapaian. Termasuk piala Adipura yang diperoleh berturut-turut sejak
2009 hingga 2013. Padahal seingatku, Adipura Banda Aceh terakhir diraih tahun
1995.
Selain itu di masanya, sektor
wisata menjadi orientasi untuk peningkatan pendapatan daerah. Tahun kunjungan
wisata pun digalak 2011 silam. Menurutku terbilang sukses. Setidaknya ramai wisatawan
asing yang datang kemari. Sekaligus banyak event-event budaya digelar. Termasuk
juga membersihkan krueng Aceh yang
membelah kota. Dengar-dengar disana akan dilintasi perahu, sebagai destinasi
wisata sungai. Alhasil ini membangkitkan dunia wisata keseluruhan. Lahirnya
para tour guide, hingga tumbuhnya
ekonomi kreatif.
Perlahan warga kota merasa bangga
dan ‘cinta’ dengan pemimpinnya. Bukti rasa itu diwujudkan dengan banyaknya
status-status penuh duka sepanjang malam kemarin. Semua orang dirundung pilu.
Kabar yang aku peroleh tadi sore, Pemerintah Aceh menyematkan ia sebagai “Bapak Pembangunan Kota Banda Aceh”.
Rasa itu juga berlanjut hingga
tadi pagi. Kebetulan aku sempatkan
shalat jenazah di Masjid Raya Baiturrahman. Info ini sudah kudapat sejak
semalam. Status BBM, facebook, twitter, hingga media oline mengabarkan jika
shalat jenazah berlangsung sekitar pukul 09:00 pagi.
selepas shalat jenazah |
jamaah wanita |
jamaah menunggu kedatangan jenazah |
iringan mobil jenazah |
Mawardi Nurdin |
Dengan kedua teman aku menuju ke
mesjid. Awalnya sepi. Sempat merasa mungkin tidak jadi dishalatkan disini.
Lumayan lama kami duduk menunggu kepastian. Tapi melihat terus bertambahnya
jumlah masyarakat yang datang, keraguan itu memudar.
Warga semakin ramai berdatangan.
Didominasi kaum dewasa. Baru sekitar pukul 10.15 WIB, jenazah tiba diiringi
puluhan warga lainnya. Prediksiku mungkin ada ratusan (ribuan) warga yang ikut
menyalatkan.
Selamat jalan bapak pembangunan.
Semoga apa yang ia lakukan untuk
Banda Aceh, menjadi nilai kebaikan disisi Pencipta. Amiin.
Selamat jalan, Bapak Mawardy Nurdin. Sungguh negeri ini telah kehilangan putra terbaiknya di bidang pembangunan infrastruktur. Berkali-kali kai dengarkan gaung nama Kota Banda Aceh dalam event tahunan nominasi dan penghargaan kota dengan pembangunan infrastruktur terbaik. Jasa-jasa dan karyamu selalu terpatri dalam sanubari kami ...
BalasHapusamiiinn..
HapusSecara pribadi tidak pernah mengenal almarhum, bahkan sampai berita meninggalnya. Tapi, dari banyaknya pesan duka yang bermunculan di socmed, saya jadi tahu tentang jasa-jasanya. Selamat jalan, Bapak Mawardy.
BalasHapussemoga pengganti beliau bisa melanjutkan ini lebih baik..
HapusSelamat jalan Bapak Mawardy. Semoga jasa beliau terhadap Kota Banda Aceh tdk disia-siakan begitu saja.
BalasHapusAllahummaghfirlahu, warhamhu..
semoga pengganti beliau bisa menjalankan ini dengna lbh baik..
BalasHapusDengan melihat jasa-jasa yang pernah pak Mawardi lakukan, saya jadi ingin mengikuti jejak beliau untuk menjadi walikota :-)
BalasHapusAllahumma aamin...
BalasHapustadi aku berkunjung ke rumah duka
BalasHapus