ENTAH kenapa siang ini begitu menyedihkan. Sedikit miris, dan merasa menyesal atas segala sangkaan dan harapan.
Itu bermula dari sebuah kabar yang kuterima di handphoneku. Adikku, Mola, mengabarkan jumlah toefl yang aku ikuti beberapa minggu lalu. Nilai toeflku kuwakili ke dia untuk mengambilnya di salah satu pusat bahasa di Banda Aceh.
Hasilnya??
Bisa ketebak. Jauh dari harapan, jauh dari batas minimum yang diharapkan.
Menyesal?? Sangat!
Ketika membaca pesan itu, aku merasa langsung drop. Berkecamuk. Ibarat kayu yang dipatah-patahkan lantas dilumat dalam tungku api.
BLASSHH!!
Ini bukan sebatas menyesal dan miris dengan nilai tipis. Tapi ini bagaimana sebuah keyakinan (sangkaan) yang dibangun sejak awal terbilang lentur, bahkan nyaris rubuh
Melanjutkan kuliah adalah cita-citaku sejak resign di perbankan tahun kemarin. Semangat ini tumbuh awal tahun ini. Hal yang berbanding lurus dengan beberapa kali mengisi pelatihan dan menjadi pembicara. Disana aku memetik, ternyata mengajar adalah hal yang mengasyikkan. Kembali teringat beberapa obrolan dengan keluarga, teman dekat, hingga dosen kampus.
"Mending kamu jadi dosen saja!!"
Ujaran sama terdengar lagi ketika resign. Tapi saat itu, niatan untuk melanjutkan S2 begitu tipis. Tidak semangat, bahkan nyaris tidak terpikirkan. Mungin karena aku sendiri bukan tipe gila akademik.
Tapi ketika penghujung tahun lalu, niatan itu berubah. Atas kesadaran sendiri.
Pelan-pelan berusaha mencari beberapa beasiswa. Lalu, sebuah pengumuman hadir awal tahun. Tentang beasiswa untuk melanjutkan pendidikan jenjang berikutnya. Aku memilih beasiswa dalam negeri. Dalam bayanganku telah ada ancang-ancang ini itu. Untuk segala hal.
Memilih Jogja adalah pilihan yang kuincar beserta kampus terbaiknya. Sudah ada bayangan ini itu yang akan aku lakukan disana. Terlebih Jogja salah satu kota kreatif di Indonesia. Hal yang kuidam-idamkan lama.
Aku pun sudah mencanangkan diri: Tahun ini harus bisa keluar dari Aceh! Hal paling 'mudah' adalah melanjutkan kuliah. Untuk kerja, Ibu seperti enggan memberi restu.
Aku pun sudah mencanangkan diri: Tahun ini harus bisa keluar dari Aceh! Hal paling 'mudah' adalah melanjutkan kuliah. Untuk kerja, Ibu seperti enggan memberi restu.
Dan siang ini kabar itu datang,
Gagal untuk tahap awal.
Mungkin inilah letaknya, "Allah itu mengikuti sangkaan Hambanya"
Dari awal, aku seperti berperang tanpa amunisi. Berperang tanpa amunisi sudah pasti: jangankan berperang untuk menang, berpikir menang saja mungkin juga ragu. Hal itu yang aku rasakan saat itu.
Minim persiapan. Minim pengetahuan. Ibaratnya iseng-iseng berhadiah.
Maka dalam masa tunggu pun aku lebih cenderung pesimis ketimbang optimis. Pesimis karena berkaca pada kemampuan diri. Berharap nilai besar tapi ini itu pun tak paham banyak. Berdoa pun seperti orang tak yakin.
Ketika beberapa orang terdekat pun bertanya, kira-kira mampu menembus ambang minimum? Aku lebih cenderung menjawab ragu.
Sangkaan itu ragu.
Yah, sekedar usaha tak cukup, lebih-lebih kalau hanya sekedar coba-coba. Disini lagi-lagi aku merasa 'ditampar' untuk kesekian kali. Ditempeleng, digampar. Untuk segala hal, tak cukup hanya usaha, tapi niat, doa, dan bersangka yang baik. YAKIN terhadap apa yang kita pilih! Itu harus jadi paket komplit selayak nasi padang.
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah berfirman: “Aku menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Jika dia mengingati-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatinya dalam diri-Ku. Jika dia mengingati-Ku dalam suatu kelompok, Aku mengingatinya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika dia mendekati-Ku satu jengkal, maka Aku mendekatinya satu hasta. Jika dia mendekati-Ku satu hasta, maka Aku mendekatinya satu lengan. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari”.
Dan lagi-lagi harus menarik benang merah (memang harus). Terkadang setiap hal 'buruk' terlihat, bisa jadi tidak terlalu buruk bahkan sama sekali tidak buruk.
"Mungkin ada pengganti yang lebih baik disini bang," ujar salah satu teman.
"Mungkin ada pengganti yang lebih baik disini bang," ujar salah satu teman.
Kecewa? pasti..
Sebab kecewa selalu lahir dari ketidaksiapan.
Tapi setidaknya hari ini saya belajar (lagi), untuk menyiapkan peluru sebelum berperang. Atau mengatur kembali strategi untuk menghalau lawan. Dan yang pasti, selalu yakin terhadap apa yang dipilih. Sebab "Allah itu mengikuti sangkaan Hambanya"
Sabar ya Ferhat, ngajar kan ga musti di kampus, bangun skill yang bagus dan bikin kelas sendiri lebih menarik :)
BalasHapusHarus nulis lebih rajin lagi, biar pede bikin kelas sendiri. hehehe
Hapusfighting ya bg ferhat, Insya Allah ada hikmah di akhir nanti, itu tanda@ bg ferhat perlu usaha dan doa lebih kencang lg..heheh
BalasHapusBenar sekali Tin (y)
HapusMungkin usaha dengan doanya yang masih kurang..
jangan patah semangat bg! kadang-kadang toefl itu pun dipengaruhi faktor keberuntungan :)
BalasHapustakdir yang sama, kendala di toefl ITP. O Po Loen.. :(
BalasHapushiks.... terharu Hat, kalau kamu ke Jogja kita ngga bakal bisa ketemu-ketemu lagi dong
BalasHapus