Sebelum ke Tanah Lot, Bali, aku bersama
rombongan sempat mampir ke desa Bangli. Letaknya tidak terlalu jauh dari
Bedegul. Rasanya tidak terlalu asing dengar nama desa Bangli. Dulu pernah
beberapa kali ini terdengar di berita Seputar Indonesia. Jadi ketika melintasi
perkampungannya seakan terbawa ke waktu silam.
Desa Bangli ini benar-benar
kelihatan desanya. Ya iyalah... Jalannya
kecil, kalau ada mobil dari arah berlawanan siap-siap mepet. Anjing juga
berkeliaran dimana-mana. Pura-pura tetap ada di sudut-sudut rumah. Terkadang bangunannya
lebih mewah ketimbang rumah induk. Trus di desa ini juga kayaknya salah satu
pemasok bunga untuk sesajen peribadatan.
Kalau di Banda keseringan lihat
kebun cabe sama tomat, tidak tidak di desa ini. Di beberapa tanah lapang penuh
dengan kebun bunga. Romantis! Rara yang duduk di kursi depan langsung melongo. Kepingin
turun trus foto-foto di dalam sana. Halah!! Niatan itu berhasil kami
bumihanguskan dengan ancam mengancam.
Bunga yang tumbuh juga biasa aja.
Bukan bunga level atas. Kebanyakan bunga kuning yang sering ada di pojok pagar.
Aku biasa nyebutnya bunga taik ayam. Rada
ngeri namanya. Nggak tau deh nama latinnya apa atau nama wajarnya siapa.
Bunganya kuning merona. Kecil-kecil. Trus kalau layu serbuknya sering
diplintir-plintir jadi bibit baru. Biasanya sering ada di sudut-sudut pagar,
atau di pojok tempat buang sampah. Itu kalau di tempat tinggalku. Tapi disini
letaknya lebih elegan. Khasiatnya pun melebihi aroma taik ayam. Daunnya sering
dipakai untuk obat anti kembung. Caranya daun diputar-putar dibasahin air. Trus
dicampur kapur. Sampai daunnya hancur langsung deh diolesin di perut yang
kembung. Ini sering aku lakuin zaman SD dulu. Waktu perut kembung dan belum
kenal dengan namanya Polysilane atau Milanta. Kenapa tiba-tiba bahas bunga @_@
Lanjut ke topik awal.
Perjalanan ke desa Bangli ini
sebenarnya mau lihat terasering. Itu sawah yang bentuknya berundak-undak kayak
tangga. Dari jauh hari Fadli memang incar tempat ini. Bali termasuk lokasi
terasering paling banyak di Indonesia. Bagiku terasering sebenarnya bukan
tempat yang kepingin diincar buanget untuk
dilihat. Soalnya kalau pulang ke kampung
di Piyeung (Montasik masuk dalam) yang ginian juga ada. Cuma undakannya tidak
setinggi di Bali cuma beberapa tingkatan aja. Tapi yah, letaknya mojok masuk ke
dalam sana mana ada tertarik dijadiin tempat wisata.
Setelah menembus perjalanan yang
hampir berkabut. Akhirnya Pak Andi parkir mobil di depan sebuah cafe yang
sepinya minta ampun. Di sudut cafe ada air ledeng yang tumpah ruah dari
perbukitan. Dan di depannya terhamparlaaahhhh... jreengg..jreenggg...
TERASERING!
penampakan terasering |
Beuh, rupanya tingkatannya bukan
lagi belasan tapi puluhan! Tersusun berundak-undak dari atas sampai ke bawah.
Kami melongo nyaris takjub! Rara yang paling heboh. Turun mobil langsung nyosor
ke bawah. Berpekik hampir nggak sadar diri #eh
“Subhanallahh... ya Allah bagus
sekali,” dia nyosor ke bawah. Turun makin kesana. Makin ke bawah berpekik lagi,
“Ya Allahh... bagusnya. Subhanallah...”
Dan seterusnya seperti itu.
Kami cekikikan di atas sana. Dia
memilih view terbaik dari turunan undak-undakan itu. Kalau meleset dikit, blasshhh langsung deh jatuh ke sawah!
Terasering ini bangunan konservasi tanah dan air untuk memperpendek
panjang lereng. Tujuannya untuk menahan erosi atau memperkecil aliran air biar
dapat meresap ke dalam tanah. Nah, gitu deh artinya sewaktu aku cari di
google. Ngerti? Capek baca juga nggak ngerti masuknya apaan. Yang penting ini
sawah digunain untuk nanam padi buka nanam cabe.
Di Bali sebenarnya banyak lokasi
terasering. Paling terkenal itu ada di Tegalalang dan Jatiluwih di kabupaten
Tabanan. Terasering Jatiluwih bahkan sempat diajukan sebagai world heritage. Nggak tahu sekarang
diterima apa belum.
Disini kami tidak lama. Berhubung
hampir maghrib, perjalanan dilanjutkan ke Tanah Lot. Rencananya mau lihat
sunset. Konon di sana salah satu view terbaik melihat sunset.
Mobil pun melaju kembali. Cepatnya
minta ampun. Berhubung waktu sunset hampir tiba. Serasa kayak film-film
Hollywood. Sambil nyetir sambil lihat matahari di luar. Oh Tidak! Waktunya semakin
sempit. Matahari mulai merangkak turun. Cahayanya udah kuning merona campur
orange. Benar-benar mau tenggelam.
Konsentrasi kamipun sempat pecah.
Ketika di jalan arah Tanah Lot banyak sekali polisi dan baliho bertebaran
disana-sini. Penasaran, kami melongok keluar. Oalllaaa... rupanya baliho Miss
World!! Berjarak beberapa meter ke depan ada resort mewah. Disana baliho dan
polisi makin rame. Kami heboh seketika! Oh tidaaaaaakkkk... mungkinkah Miss
World nginap di resort itu!! Ingin rasanya turun untuk foto bareng dengan Miss
Uganda atau Miss Zimbabwe. Tapi berhubung
mataharinya makin turun. Mobilpun makin kesetanan...
(bersambung)
(bersambung)
(h) lubis sekali bg ferhat hehe (luar biasa)
BalasHapushahahahhaa...
Hapus