Penangkaran Buaya di Medan−Perjalanan selanjutnya di kota Medan, saya
dan teman-teman menyempatkan berkunjung ke penangkaran buaya. Lokasinya
berkisar 30 menit dari pusat kota Medan. Ditemani teman-teman FLP Medan, kami
menuju kesana. Ternyata kebanyakan teman-teman FLP Medan juga baru kali ini
mengunjungi tempat ini. Sebagian bahkan belum pernah mendengar sekalipun ada
penangkaran buaya di kotanya. Alhasil, kami pun meraba-raba. Berulang-ulang
bertanya kepada penduduk setempat.
Setelah memutar-mutar beberapa menit.
Akhirnya saya dan teman-teman menemukan tempat yang letaknya jauh masuk ke
lorong kampung. Penangkaran buaya ini terletak di jalan Bunga Raya II no 59, Desa
Asam Kumbang, Medan Selayang. Sebuah gapura warna kuning berdiri dimuka lorong.
Jika tidak ada gambar buaya diatas gapura kami juga tidak tahu jika itu jalan
utama menuju penangkaran.
Berjarak 100 meter dari gapura, sebuah
rumah berhalaman luas di ujung lorong terlihat sepi. Pagar beton menjulang
tinggi selayak benteng. Pagar-pagar berduri melintang di atasnya. Di halaman
teduh, kami memarkirkan kenderaan. Rumah khas era 80-an dengan atap rendah
terletak di pojok halaman. Terasnya yang mungil berdesakan dengan lemari-lemari
souvenir yang kebanyakan berbentuk buaya. Jajanan kecil tergantung di beberapa
bagian dinding. Dan di bagian dinding berbeda, beberapa penghargaan serta
dokumentasi majalah terbingkai rapi.
Rupanya penangkaran ini dikelola secara
tradisional, bahkan diklaim terbesar di Asia Tenggara. Halaman belakang
dijadikan tempat penangkaran. Pantesan
pagar rumahnya menjulang tinggi. Penangkaran ini didirikan oleh Lon Than
Muk di tahun 1959. Awalnya tempat ini dihuni sekitar 12 buaya. Penangkaran ini
dikelola Lon Than bersama istrinya, Lim Hiu Cu, beserta kedua putranya.
Di teras utama rumah, sebuah meja setinggi
dada dijadikan loket masuk ke penangkaran di belakang rumah. Harga tiket
dikenakan berbeda-beda. Bagi orang dewasa tiket dibandrol sekitar Rp 6.000.
Sedangkan anak-anak (dibawah umur 10 tahun), dibandrol Rp 3.000. Di loket juga
terpajang harga untuk pertunjukan tertentu. Untuk pertunjukan buaya dan ular
tiket dipatok sekitar Rp 50.000.
Dari pintu di pojok loket, saya masuk ke
area penangkaran. Dan ketika saya masuk langsung terpampang beberapa kolam
besar yang dibatasi tembok-tembok tinggi. Di dalamnya puluhan buaya
bertumpuk-tumpukkan dengan mulut saling mangap lebar-lebar. Ngeriii..
Baru kali ini saya melihat buaya secara
nyata. Sempat bergidik awalnya. Mengingat buaya termasuk binatang sangat buas.
Buaya-buaya itu berusia muda. Kulitnya pun masih bening-bening. Ada sekitar 50
kolam yang tersedia yang memisahkan buaya-buaya berdasarkan jenjang usia.
Saya sempat melongok ke kolam sebelah. Lha, kok kosong!
Cuma ada air keruh dengan lumut menempel
di dinding kolam. Saya melirik berulang-ulang, tetap kosong. Nekad, saya
melongok lebih dalam.
Huwaaaaa!!!
Ya Tuhan! Rupanya, dipojokkan tembok, buaya
besar segede maha gaban lagi bobok siang! Besar sekali. Sangking besar yang
melongok kesitu pasti kaget. Nampak nyata tekstur kulitnya yang keras dan
kasar. "Keriputnya" berlipat-lipat. Susah bedakan yang mana hidung,
mata, sama keriput bawaan. Iseng saya dan Doni tepuk-tepuk tangan untuk pastiin
dibagian mananya matanya.
Plokk... plokkk...
Jiiiahhhh, dia melongo. Matanya kebuka.
Ngelirik sebentar lalu menutup lagi. Ngantuk bener kayaknya baru pulang ronda.
Buaya ini ternyata paling besar di penangkaran ini. Usianya diperkirakan lebih
40 tahun!
Melongok ke kolam di depannya lagi ada
buaya unik. Cuma sendirian. Meringkuk nggak ada temannya. Buaya ini, mungkin,
jadi inspirasi lagunya Inul Daratista. Kuperhatikan seksama, baru ketahuan,
ternyata buaya ini nggak ada ekornya. Buntung!
Saya dan teman-teman bergerak lebih jauh
ke area penangkaran yang luasnya sekitar dua hektar ini. Sebuah kolam besar
terdapat di sudut penangkaran. Bentuknya seperti danau. Lumut-lumut kecil
memenuhi permukaan danau. Tenang. Perpohonan rindang tumbuh belukar di
pinggiran danau. Puluhan ekor bangau terbang kemari dan hinggap di ranting-ranting
pohon.
Rupanya, di danau yang luas ini dihuni
sekitar ribuan buaya!! Ampun Tuhan...
Yang bikin takjub, danau yang penuh buaya
ini airnya tenang sekali. Nggak kebayang kalau iseng-iseng coba mampir ke
pinggiran danau, pasti malamnya keluarga langsung baca yasiin.
Danau luas itu dilingkari pagar besi. Di pinggiran
pagar tersusun tembok kecil untuk beristirahat. Dari sanalah kami nongkrong
sambil lirik-lirik danau. Sesekali, di tengah danau muncul buaya yang ternyata
nggak kalah gede ukurannya dengan yang tadi. Jalannya tenang dan pelan.
Saya sempat perhatikan seekor buaya di
danau. Awalnya ia di tengah danau. Kuperhatikan lekat-lekat, ia mulai berjalan.
Tenang. Cuma permukaan hidungnya aja yang kelihatan. Makin lama makin mendekat
ke arah pagar. Dodoeee... bakal
digaruk kayaknya nih. Ketakutan kami bubar dan pindah ke area belakang.
Selain buaya, di area belakang juga
terdapat beberapa kandang besi. Di dalamnya selain terdapat anjing juga ada
ular pithon! Besarnya juga nggak kepalang tanggung. Melilit membentuk bulatan
di dalam kandang. Di sebelahnya juga terdapat kandang bebek. Rupanya bebek ini
dijadikan santapan untuk buaya-buaya itu. Bebek ini juga dijadikan atraksi.
Pihak pengelola membandrol Rp 30.000/bebek jika pengunjung ingin melempar bebek
ke tengah kolam dan melihat loncatan buaya menerkam si bebek. Berhubung ini
perjalanan kere, tak satupun dari kami membeli bebek. Menurut jadwal, setiap
hari sekitar pukul 16.30 WIB pihak pengelola memberi umpan ke buaya. Kalau
kepingin lihat atraksi gratisan mungkin bisa mengunjungi tempat ini ketika sore
hari.
Seorang pengelola penangkaran berujar,
dibutuhkan 1 ton makanan untuk buaya-buaya ini. Menurutnya, buaya yang paling
tua berusia 54 tahun dan ada di dalam kolam. Terdapat dua jenis buaya di penangkaran
ini; buaya muara dan buaya sinyulung. Panjangnya berkisar 5-6 meter!
Ketika disinggung, apa kulit-kulit buaya
ini dijadikan komoditi fashion. Ia menggeleng. Soalnya belum ada izin untuk
memproduksi komoditi tertentu dari kulit buaya. Jadi sebagian buaya-buaya ini dipindahkan
ke Banten dan sebagian telurnya dikonsumsi. Bagi yang tertarik berkunjung, tempat
ini dibuka dari pukul 09.00 sampai pukul 18.00 WIB.
Ketika kami mengunjungi tempat ini, ramai
juga pengunjung yang datang. Padahal tempatnya berjauhan dari jalan raya dan
sedikit tersembunyi. Saya sempat membayangkan, jika tempat ini tiba-tiba
kebanjiran. Waduhh, gimana rasanya ribuan buaya melalangbuana kesana-kemari. Oh
Tuhan, mudah-mudahan jangan sampai.
Menjelang siang, saya dan rombongan
pulang. Bersiap-siap kembali ke Banda Aceh. Mengakhiri liburan singkat tapi
padat selama di Medan. Melelahkan tapi menyenangkan. (TAMAT)
Waktu aku sama anak2 ke sana ada buaya yg loncat nangkep burung yg terbang..keren ya! Salam kenal ya bang!
BalasHapusWah serunyaaa...
Hapussalam kenal kembali mbak...
Buaya Buntung akhirnya menemukan habitatnya #eh :p ...salam kenal ya bang :D
BalasHapushahhahahahaa.... :-s :-s :-s :-s :-s :-s :-s
HapusMana oleh2 dari China Jrah?
Enak y jalan-jalan :)
BalasHapus10th WordPress Anniversary in Banda Aceh: http://www.mrdfi.net/2013/05/10th-wordpress-anniversary-banda-aceh/
hehehhehehe :-d
Hapus