Bangunan ruko-ruko yang berhimpitan dengan
kesibukan ekonomi yang tidak pernah berhenti, adalah gambaran singkat
Peunayong, Banda Aceh. Kawasan pecinan ini ternyata memiliki sejarah panjang akan
keberadaannya di Banda Aceh. Lokasi ini termasuk arus sibuk perdagangan. Banyak
perusahaan asing dan nasional yang memilih kawasan ini sebagai sentral
industrinya. Kesibukan perdagangan ini ternyata sudah dimulai sejak masa
kerajaan Aceh dulu.
Arkeolog
Aceh yang juga ahli sejarah, Ibu Laila Abdul Jalil, yang bertugas sebagai
pemandu kegiatan Jelajah Budaya yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Aceh beberapa waktu lalu menjelaskan asal mula terbentuknya kawasan
Peunayong ini
Ia menjelaskan, letak Banda Aceh strategis
yang berhadapan dengan Selat Malaka, menjadikan kota ini berada di jalur sibuk.
Banyak para pedagang dunia dari berbagai etnis yang melintas dan singgah. Dan
Peunayong dipilih menjadi salah satu tempat persinggahan, termasuk etnis China.
Bangsa China telah melakukan kontak dagang
dengan Aceh sekitar abad ke 9. Keramik, sutera, kertas dan mesiu termasuk dari
beberapa komoditas perdagangan yang dibawa. Komoditas-komoditas itu ditukar
dengan rempah-rempah yang berasal dari daratan Aceh.
Letak Peunayong yang bersebelahan dengan Krueng Aceh (sungai Aceh), mungkin menjadi alasan
kawasan ini mereka pilih untuk ditempati. Dalam konsep kehidupan etnis China,
hidup berdampingan dengan air mendatangkan kebaikan dan kemurahan hidup.
Selain faktor perdagangan yang mengakibatkan
migrasinya etnis China, ada beberapa faktor yang mengakibatkan mereka harus
pergi dari tanah kelahirannya. Dalam rentang waktu abad ke 5 hingga abad ke 8
banyak terjadi pergolakan politik di daratan China. Seperti pemberontakan,
serangan bangsa Mongol, pembangunan tembok besar China, ataupun kelaparan, dan
bencana alam.
Pada masa penjajan Belanda, migrasi China ke
Aceh kembali terulang. Hal ini dimulai pada tahun 1875 atas gagasan W.P
Groeneveld, selaku komisaris Pemerintah Hindia-Belanda. Kedatangan mereka ini
ditaksir lebih 4000 orang melalui pelabuhan Singapura dan Penang. Mereka
dipekerjakan sebagai “pekerja bebas” untuk menggerakkan perekonomian, mengingat
upah pekerja China terbilang murah. Etnis China yang datang ke Aceh umumnya
berasal dari suku Hakka, Teo-Chiu yang berasal dari provinsi Kwangtung, Hokkian
dan Kanton.
Banyak pendapat mengenai asal usul nama
Peunayong ini. Sebagian berpendapat, Peunayong berasal dari kata pedayong yang artinya pendayung. Mungkin hal
ini didasari karena lokasinya bersebelahan dengan sungai. Tapi ada juga yang
berpendapat jika Peunayong ini berasal dari kata peumayong yang artinya dipayungi. Sebab dulunya,
kerajaan Aceh termasuk ketat mengawasi kawasan ini yang banyak didiami etnis
luar, agar adat kebiasaan Aceh tidak tercemari. ***
0 komentar:
Posting Komentar