Ada banyak cara mengisi liburan
kali ini di Banda Aceh. Selain mengunjungi Mesjid Raya Baiturrahman yang
tersohor, Anda bisa juga mengunjungi museum tsunami Aceh. Museum ini konon
merupanya museum tsunami pertama dan satu-satu di Indonesia. Bahkan di Asia
museum tsunami hanya ada dua; di Jepang dan Aceh. Maka berbanggalah Anda jika
bisa mengunjungi tempat ini.
Beruntung hari ini, Nella
Vitriani, pemandu di museum tsunami mengajak saya berkeliling di gedung megah
ini.
Museum tsunami Aceh terletak
berseberangan dengan Blangpadang, alun-alun kota Banda Aceh. Di belakangnya terdapat komplek kuburan Belanda,
kherkhoff. Letaknya strategis dan di tengah
kota, menjadikan tempat ini menjadi pilihan mengisi liburan. Terbukti lebih
1000 pengunjung datang setiap harinya.
Nella mengajak saya menjelajahi
dari pintu utama. Sebuah lorong gelap sepanjang 30 meter terbentang didepan.
Dari sisi kanan kiri dinding, air mengucur pelan. Memericik basah hingga
lintasan jalan. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Alquran. Suasana pun
berubah semakin syahdu.
sumber foto theurbanmama.com |
“Ini lorong tsunami space of fear, yang menggambarkan saat
terjadinya tsunami. Sempit, cahayanya gelap, ada gemuruh air. Tinggi dindingnya
sekitar 19-23 meter melambangkan ketinggian air sewaktu tsunami di Aceh,”
Nella menjelaskan sambil
menyusuri lorong gelap itu. Lorong berakhir di sebuah ruangan berbentuk memorial hall. Ada 26 monitor berbentuk
bebatuan yang berdiri berundak-undak. Dari monitornya muncul 40 lembar foto
saat terjadinya tsunami. Foto-foto itu tampil bergantian berselang beberapa
detik.
Suasana gelap. Kanan kiri cermin
memantul bayangan. Dari langit-langit ruangan, remang cahaya masuk lewat kaca
kolam. Ternyata ruangan ini berada tepat di bawah kolam ikan di pelataran
gedung.
“Sudut-sudut gedung ini punya
makna filosofi sendiri,” sambung Nella kepada saya.
Nella menuturkan cermin yang membentang
disisi ruangan, menggambarkan luasnya jangkauan air saat tsunami. Cahaya yang
masuk dari celah kaca kolam, mendeskripsikan minimnya cahaya yang masuk kedalam
air.
“Jadi di ruangan ini kita
seolah-olah berada di dalam lautan.”
Umumnya koleksi foto-foto di memorial hall ini, berasal dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Museum Tsunami Aceh saat ini berada dibawah
pengelolaan kementerian tersebut dan Pemerintahan Aceh.
Penelusuran kemudian beranjak ke
ruang sumur doa. Disebut sumur doa, sebab ruangan ini berbentuk bulat memanjang
jauh setinggi puluhan meter. Cat pekat
membuat ruangan ini gelap. Memandang keatas, cahaya remang memantulkan
kaligrafi bertuliskan “ALLAH”. Ini menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan,
sang pencipta. Dari sumur doa inilah, ternyata lantunan ayat suci Alquran
mengalun dan memantul hingga ke lorong
tsunami tadi.
Di dinding lorong terdapat lebih
2000 nama korban tsunami. Nama-nama ini diperoleh dari Palang Merah Indonesia.
Menurut Nella, selama ia memandu wisatawan, di ruangan inilah banyak tamu
menitikkan airmata.
“Kita menganjurkan kepada tamu
untuk mengheningkan cipta, berdoa kepada korban ketika di ruangan ini,”
Namun nyatanya tak semua
pengunjung melakukannya. Amatan saya, banyak yang lebih memilih berfoto diantara
remangnya cahaya.
Untuk menuju lantai teratas dan
ruang museum lainnya, saya melewati lintasan jalan melingkar disisian sumur
doa. Lintasan ini disebut space of
confuse (lorong cerobong). Lantainya tak rata, bergelombang. Besi panjang
melingkar di dinding sebagai pegangan. Cahaya yang minim membuat kesulitan
untuk berjalan.
Kesulitan dan kebingungan inilah
yang digambarkan dalam lintasan ini. Kebingungan masyarakat Aceh akan tujuan
hidup, kehilangan sanak keluarga, juga kebingungan hilangnya harta benda.
Kebingungan ini berakhir diujung lorong. Perlahan cahaya terang mulai tampak,
lintasan terasa lebih rata. Diujung sana jembatan kayu terbentang di tengah
kolam.
“itu jembatan harapan!” seru
Nella.
Jembatan sepanjang 15 meter ini
melintang menuju area ruang pameran. Menengadah dari atas jembatan, saya
menemukan gantungan bendera dari berbagai negara. Nella menjelaskan, bendera
dari 55 negara itu turut andil membantu tahap rekonstruksi Aceh dan membantu
perdamaian Aceh.
Hadirnya 55 negara yang membantu
Aceh, juga dilambangkan dengan bulatan bebatuan yang berada di tepi kolam ikan.
Di setiap bendera dan batu, bertuliskan kata “damai’ dalam bahasa masing-masing
negara.
Nah, serukan berwisata ke museum
tsunami Aceh! Nggak salah, sambil jalan-jalan kemari Anda belajar memahami
filosofi gedungnya.
Jika Anda mengunjungi tempat ini,
tidak salahnya menggunakan jasa pemandu untuk mengetahui seluk beluk gedung.
“Kami selalu menyediakan pemandu
disudut-sudut ruangan,” ujar Nella menutup obrolan siang ini.
# # #
Catatan:
1.
Museum Aceh dibuka dari Selasa-Minggu. Mengikuti
peraturan standar pelayanan museum di seluruh dunia, hari senin tidak ada
aktivitas disini.
2.
Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. GRATIS
3. Waktu
kunjung: Selasa-Minggu 09:00 sd 12:00 BREAK dilanjutkan jam 14:00 sd 16:30 WIB
Sedangkan hari Jumat: 09:00 sd 11:30 BREAK SHALAT JUMAT dilanjutkan 14:30 sd 16:30
4.
Bagi pengunjung berseragam sekolah tidak
diperkenan masuk tanpa guru pendamping (pada hari sekolah)
5.
Tas dan makanan tidak diperkenankan masuk ke
dalam gedung. Tersedia tempat penitipan tas
Tulisan ini juga dimuat di http://www.atjehpost.com
Keren,,. Tapi setiap kali kami pergi kok gak ada pemandunya ya bang. Abg kok bisa ada pemandu ? -_-
BalasHapuspemandunya bisa kita panggil dara. memang ada di sudut2. gampang nyarinya, soalnya pake seragam..
HapusTerimakasih infonya. Sampai hari ini saya belum berani masuk ke meusium itu.
BalasHapussama-sama bang saiful. Kalo boleh tau kenapa bg?
Hapusyaeelllaaahhh ni orang ngapain lgi jualan hape disini...
BalasHapus:-?
Hapus aja dah...
BalasHapus