Kuil Shri Mariamman Medan−Setiba di Medan, saya dan teman-teman
beristirahat di sekret FLP Medan yang juga merangkap taman bacaan Rumcay (Rumah
Baca Hasilkan Karya). Letaknya tak begitu jauh dari warung makan soto Medan
Sinar Pagi, konon tempat ini pernah dikunjungi Pak Bondan. Tempat yang
direkomendasi untuk mencicipi kuliner Medan. Nggak heran, begitu banyak mobil terparkir
di badan jalan sempit.
Cerita sebelumnya: Belanja Murah di Pulau Samosir (Medan 4)
Bermalam di Rumcay, keesokan harinya saya
dan teman-teman bergerilya buku. Gramedia jadi tujuan untuk melihat buku
terbitan baru. Lumayan lama saya di sana. Menjelang sore, niat untuk
mengunjungi kuil Hindu tertua di Medan pun terbesit. Kuil Shri Mariamman
menjadi tujuanku. Berjalan kaki hampir 200 meter dari tobuk Gramedia, saya
menuju ke jalan Teuku Umar tempat kuil itu berada. Tempatnya pun berseberangan
dengan Sun Plaza, salah satu mall terbesar di Medan.
Kuil Shri Mariamman letaknya di pojokan
jalan. Tembok tinggi bercat hitam melingkari kuil itu. Di dindingnya terdapat
berbagai macam bentuk arca. Sebelum masuk, lama saya berdiri di depan gerbang
kuil. Sedikit ketakutan sebab baru kali ini masuk ke tempat peribadatan agama
lain. Seseorang lelaki jangkung berparas India duduk di bangku panjang dekat pintu
masuk berbentuk gapura. Saya pun meminta izin kepada lelaki itu yang ternyata
salah satu penjaga kuil.
"Boleh masuk, tapi yang lagi berhalangan
di larang masuk,” ujarnya sambil melirik beberapa rekan perempuan yang ikut
datang.
Saya dan teman-teman masuk ke halaman
kuil. Sedikit risih. Salah tingkah. Nggak tau harus berbuat dan melangkah ke mana.
Mungkin seperti ini kali ya, warga non muslim yang masuk ke areal mesjid. Saya
beberapa kali pernah melihat, warga non muslim yang salah tingkah sendiri
ketika mengintari mesjid.
Di depan pintu masuk, saya melihat ada
beberapa dupa yang baru dibakar. Hio, lidi dupa tampak melumer menjadi abu.
Wanginya khas. Saya menuju ke arah kiri kuil. Sebagian teman-teman melongok ke arah
berbeda. Kuil Shri Mariamman berumur sangat tua. Berdiri sejak tahun 1884 dan
diklaim sebagai kuil Hindu tertua di Medan. Ornamen kuilnya menarik. Saya
sampai terperangah melihatnya. Berbagai bentuk patung dewa-dewi memenuhi dinding
kuil. Bahkan, di selasar kuil terdapat patung dewa seukuran manusia. Di kiri
kuil juga terdapat sekumpulan dewa-dewi bercorak warna warni. Dibawahnya
tertulis; Shri Pharvati Marriage. Saya nggak tau nama itu merujuk ke patung
yang mana. Tak ada petugas yang bisa saya tanyai.
suasana dalam kuil yang warna warni |
Saya mencoba melongok ke dalam kuil. Di dalamnya
lebih megah. Ruangan luas dengan karpet hijau terbentang. Terbagi dua.
Sepertinya memisahkan jamaah wanita dan pria. Di langit-langit kuil terdapat
lukisan dan patung-patung. Ada empat lampu kristal yang menggantung di langit
kuil. Di ujung sana−barisan paling depan−saya sempat melihat jamaah wanita
berpakaian sari sedang berdoa. Kuil ini sepertinya diperuntukkan bagi umat
Hindu India. Letaknya juga di Kampung Keling yang warganya kebanyakan keturunan
India.
Saya mencoba berjalan ke arah kanan kuil.
Terdapat sebuah pondok di tengah-tengah halaman. Ada kaleng alumunium yang dari
dalamnya menyembul api kecil. Sepertinya tempat pemujaan. Dan yang paling
menarik dan bikin kami semua terkesima adalah sebuah papan pengumuman yang
tertempel di dinding kuil. Isi pengumumannya mengingat saya pada pengumuman di
mesjid-mesjid di Aceh. Rupanya, bagi siapa saja (terutama remaja putri) yang
masuk ke areal kuil diharuskan berpakaian sopan. Nggak boleh berpakaian sempit,
ngepas, rok mini, celana ponggol, bahkan jeans juga nggak bisa. Heboh kami
mengambil kamera dan menjepret pengumuman itu.
Papan pemberitahuan di dalam kuil |
Kuil tampak dari luar |
Nggak terlalu lama saya berada di kuil
itu. Mengingat saya datangnya rombongan. Takut mengganggu kosentrasi jamaah
yang sedang sembahyang. Bergegas saya dan teman-teman keluar berjalan menuju
Sun Plaza. Dari arah teras Sun Plaza kuil itu tampak lebih jelas. Ada bangunan
panjang berwarna emas menjulang di atasnya. Patung-patung kecil tersusun rapi
hingga ke puncak. Keren sekali!
Satu target kunjungan kami tercapai.
Selanjutnya kami berembuk mengunjungi penangkaran buaya yang diklaim terbesar
di Asia Tenggara. Seru rasanya melihat langsung buaya yang jumlahnya ribuan.
Karena tak tau tempatnya, kali ini saya mengajak teman-teman FLP Medan untuk
ikut serta. Dan ternyata, mereka yang sudah tinggal puluhan tahun di Medan juga
belum pernah ke tempat itu! Oalaaa.... (bersambung)
KLIK DI SINI baca cerita selanjutnya
rupanya bukan saja di mesjid ya ajuran mengunakan baju yang sopan
BalasHapusbagus kisahnya ferhat, tapi saya belum pernah masuk ke kuil namun klo lewat sering ( krn di malay banyak kuil dan gereja)
Kalo di malaysia lebih seru lagi kak. lebih byk lagi kuilnyaa..
HapusWah menambah wawasan banget nihh ... thanks gan !!!
BalasHapusfollowback + commentback ya gan http://novaibnu.blogspot.com/
Sama-sama Ibnu. Terimaksih udah mampir..
Hapusorang non hindu boleh masuk juga ya?
BalasHapusBoleh, asalkan minta izin terlebih dahulu..
Hapus