Wisata Samosir−Setelah berkeliling di rumah pengasingan
Soekarno, saya dan teman-teman memutuskan untuk menyeberang ke Pulau Samosir di
tengah Danau Toba. Menyewa sebuah feri, saya hanya merogoh kocek sekitar Rp
20.000/orang. Ada 24 orang penumpang yang juga anggota TFT FLP yang ikut serta.
Deal dengan pemilik feri, kami hanya
diberi waktu 1,5 jam untuk keliling di Samosir.
Cerita Sebelumnya: Jalan-Jalan Berwisata ke Danau Toba
Perjalanan ke Samosir hanya membutuhkan
waktu beberapa menit. Dulu, ketika pertama kali kemari saya menumpangi spead
boat berkecepatan tinggi. Serasa melayang-layang di atas Danau Toba. Dasar
sopirnya heboh, spead boat yang saya
tumpangi meliuk-liuk hingga mereng menyentuh air. Saat itu harga tiket
dibandrol Rp 50.000 untuk pulang-pergi.
Menumpangi feri kali ini sedikit lebih
seru. Lebih bisa menikmati keindahan Danau Toba dengan perlahan. Dan seperti
yang yang telah disinggung sebelumnya, langit-awan di Dantob itu luar biasa
indahnya. Sampai saya takjub dibuatnya.
Perjalanan kali ini lebih lama. Saya
membutuhkan lebih dari 40 menit perjalanan feri. Soalnya teman-teman sepakat
untuk singgah melihat batu gantung sebelum merapat ke Samosir. Saya baru
pertama kali mendengar batu gantung. Penasaran dengan keberadaan selayak
penasaran dengan Taman Gantung di Babylonia. Ngasal teman dari Medan berujar,
"batu gantung itu keikat dengan rambut. Jadi tergantung-gantung.."
Ngahhh... Kok bisa?
Mustahil!
Maka bergeraklah saya dan teman-teman ke sana
dengan feri yang sering oleng diterpa angin. Perjalanannya lumayan lama, sebab
si nahkoda memutar haluan hingga kembali ke tepi danau. Nggak ngertilah
maksudnya untuk apa. Kelamaan, saya malah ngantuk. Tidur di atas kursi busa
feri. Teman-teman yang lain juga melakukan hal sama.
Dan beberapa menit kemudian, feri gaduh.
Kecepatan feri menurun. Tiba-tiba feri rusuh grasak-grusuk bunyi orang-orang
melangkah. Ada apa sih? Terjaga, saya lekas duduk.
"Itu batu gantungnya!!! itu batu
gantungnya!!"
"Mana... mana..."
Heboh sebagian berpekik dari arah belakang
feri. Semua berkumpul di sana dan memandang ke arah tebing tinggi di belakang
yang jaraknya lumayan dekat. Saya bergegas menuju ke sana. Penasaran dengan
batu gantungnya. Sempat cari juga di antara tebing-tebing yang dibalut pekat
pohon-pohon.
Yang mana yak??
Dan..
Jreengg..jrengg..
batu gantung yang fenomenal itu |
Di tebing batu cadas yang keras, paling
atas, nemplok batu yang menjuntai. Mirip stalaktit di gua-gua. Hitam, sekilas
kayak batu gunung dibakar.
"itu diaa!!!" teriak beberapa.
Saya melongo. Lha, cuma gitu doank?? Yeee...
Beberapa orang sibuk motret-motret. Saya
malah heran. Laras di belakang senyum-senyum, "bang, itu batu gantung yang
melegenda itu ya? hihiii"
Berdua kami cekikikan.
Yah, bisalah. Di Indonesia hal-hal ginian
kan pasti cepat heboh. Yang berbau legenda rakyat pasti bikin penasaran.
Ternyata batu gantung itu dipercaya sebagai kutukan anak yang durhaka kepada
Ibunya. Si anak durhaka sangking marahnya bunuh diri dari tebing trus mengeras
menjadi batu di tebing. Kesangkut nggak jadi nyebur ke danau. Nggak jadi
tenggelam ceritanya.
Seorang teman berujar, "bang, disini
kita nggak boleh riya-riya. Nggak boleh ketawa-ketawa. Kata orang-orang nanti
air danaunya nggak tenang, feri nya bisa oleng.."
Wuihh!! Ngerinya. Jadi menyesal cekikikan
barusan.
Tapi bisalah untuk menarik penasaran
wisatawan. Terbukti, saya juga ke seret untuk lihat batu gantung. Terlebih
lagi, di daratan Danau Toba sudah ada beberapa plang wisata tentang batu
gantung yang bikin penasaran. Yang nggak tahu wujudnya gimana, pasti juga bakal
sangat penasaran!
toko-toko souvenir yang padat di Pulau Samosir |
Beberapa menit kemudian, kami tiba di
Samosir tepatnya di daerah Tomok. Tomok salah satu desa pintu masuk pulau
Samosir. Pelabuhan kecil dengan warung-warung kayu berderet ketika kami
berlabuh di sana. Sedikit semrawut. Baru jalan beberapa meter ke depan
kios-kios souvenir berjejer sepanjang jalan. Wuiihhh...
Masalah produk kerajinan tangan, Samosir
patut diacungin jempol. Kreatifnya keren! Selain kain ulos yang melegenda
beberapa kerajinan kayu juga semarak. Gantungan kunci, gendang, gantungan
dinding, sandal, trus juga ada beberapa batik khas Sumut. Harganya walaupun
sedikit mahal, tapi kalo nawar setengah harga pasti dapat juga. Namanya juga
tempat wisata. Tapi saya sempat kaget dan heran. Lha, kok souvenir khas Aceh
bisa nyasar kemari ya? Beneran bingung.
souvenir Aceh kok ada di sini?? |
Beruntung di Tomok tempat wisatanya
berdekatan. Patung Si Galee-Galee dengan makam Raja Sidabutar pun
berseberangan. Tujuan pertama saya sampai di sana, langsung menuju patung Si Galee-Galee.
Letaknya di belakang kios souvenir. Di halaman rumah adat khas Samosir, patung
kayu berdiri tegak dengan mata melotot. Sialnya ketika saya tiba, tirai panjang
menutupi kawasan itu.
"Lagi ada pertunjukkan!!" teriak
si Bapak dari balik tirai. Rupanya kalo ada pertunjukkan berbayar pengunjung
dilarang untuk masuk atau sekedar ngintip-ngintip.
komplek patung Si Gale-Gale yang ditutup tirai |
Kami pun bergerak ke arah makam Raja
Sidabutar. Raja Sidabutar adalah salah satu Raja yang berkuasa di Samosir. Ia
terkenal dengan taktik kanibal dalam berperang. Konon ia memiliki kesaktian
pada rambut panjang gimbalnya. Bahkan menurut cerita, kesaktiannya akan hilang
jika rambutnya dipotong.
Makam itu berbentuk pahatan yang dicat
warna tembaga. Sisi belakang-depan makam terdapat ukiran kepala Raja Sidabutar
dan permaisuri Raja, Boru Damanik. Di sisi kanan-kiri makam terdapat patung
gajah berukuran kecil. Patung gajah ini diceritakan sebagai simbol mahar ketika
Raja Sidabutar meminang Boru Damanik. Tapi ada juga kisah yang beredar, jika
gajah itu pemberian raja Sidabutar ke Raja Aceh sebagai hadiah dan kemudian
Raja Aceh memberikan kembali gajah tersebut ke Raja Sidabutar.
Di sekeliling area juga terdapat
patung-patung berwujud setengah badan manusia yang tertancap di dalam tanah.
Ada sekitar 17 patung yang membentuk formasi setengah lingkaran.
"Patung-patung itu sebagai pemuja
minta turun hujan," sahut si Bapak yang duduk di bawah pondok dekat
kotak amal ketika saya tanya.
Tak seberapa jauh dari patung-patung, juga
terdapat "meja makan" kecil dari batu. Bentuknya melingkar.
Sepertinya tempat si Raja menggelar rapat. Lalu, di belakangnya terdapat
kuburan katolik yang sudah diplester dikeramik. Sepertinya kerabat dekat si
Raja.
Agak susah sih menangkap cerita
keseluruhannya tempat ini. Mengingat di sini tidak ada prasasti yang
menceritakan secara singkat makam dan artefak yang jumlahnya lumayan banyak ini.
Kisah-kisahnya banyak diungkapkan secara lisan. Seorang kakek tua bertutur
berdiri di depan makam. Kayaknya dia seorang pemandu. Sebab ia bercerita secara
ringkas tentang makam dan patung-patung ini kepada pengunjung yang duduk rapi
di bawah pondok.
pemandu wisata |
Bagi yang datangnya agak telat kayak saya,
marilah kita berpuyeng-puyeng ria mendengar cerita sepenggal-penggal gini. Mau
nanya sedetail mungkin, nggak mugkin. Lha si kakek ceritanya udah kemana-mana,
udah sampe episode 100. Nggak mungkin ngulang dari episode pertama. Dari pada
makin bingung, saya beranjak pergi. Kotak amal tersedia di pintu keluar area.
Terserah mau nyumbang berapa, tidak ada nominal resmi. Tujuan kami pun kembali
ke patung Si Galee-Galee. Masih penasaran dengan patung itu. Kira-kira diizinin
masuk nggak ya? (bersambung)
KLIK DI SINI untuk baca cerita selanjutnya
Hehehe seru juga ya sama serunya kayak ke kebun ranbutan montatik
BalasHapushhehehe
BalasHapushahaha, keren kali Bang..
BalasHapuskalah majalah-majalah wisata sama cerita abang..
kalo senusantara baca cerita abang yang di danau toba 1-2, can tenggelam tu pulau samosir.. semua jadi pingin ke sana bang :D
Batu gantungnya ga jelas bang, y mana?
BalasHapusHahahahahahha kok ga ada lucu-lucunya bang?
:p
Hahahhahaa... nggak boleh sering2 lucu. Nanti garingg..
HapusCeritanya seru mas hehehe. kapannya saya kesampaian kesana
BalasHapusayo mas ke Samosir. cuma 4-5 jam dari kota Medan
Hapus